Di Indonesia, keramik sudah dikenal sejak jaman Neolithikum, diperkirakan rentang waktunya mulai dari 2500 SM–1000 SM. Peninggalan zaman ini diperkirakan banyak dipengaruhi oleh para imigran dari Asia Tenggara berupa: pengetahuan tentang kelautan, pertanian dan peternakan. Alat-alat berupa gerabah dan alat pembuat pakaian kulit kayu. Kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mengalami perubahan sesuai perkembangan zaman. Awalnya manusia membuat alat bantu untuk kebutuhan hidupnya, mulai dari membuat kapak dari batu. Seperti di Sumatra ditemukan pecahan-pecahan periuk belanga di Bukit Kulit Kerang.
Ini memberikan indikasi bahwa tradisi pembuatan benda keramik dengan
teknologi sederhana telah lama berlangsung. Artefak lainnya di gambarkan
pada relief candi Borobudur yang menunjukkan motif wanita yang sedang
mengambil air dari kolam dengan periuk bulat dan kendi serta memasak
dengan kuali. Sedangkan relief candi Prambanan dan candi Penataran
(Blitar) melukiskan jambangan bunga dengan hiasan suluran dan
bunga-bungaan. Peninggalan ini juga menggambarkan akan adanya kegiatan
pembuatan keramik rakyat di pedesaan dan banyak hubungannya dengan
penemuan kebutuhan akan wadah
Keramik rakyat ini dari zaman ke zaman berkembang secara evolusioner.
Demikian pula dengan bentuk, teknik pengolahan maupun pembakarannya,
pembakaran dilakukan hanya dengan menggunakan daun-daun atau
ranting-ranting pohon yang telah kering. Mereka lebih banyak memikirkan
peralatan yang ada hubungannya dengan rumah tangga. Untuk keperluan
tersebut dibuatlah benda gerabah dari tanah liat kemudian dibentuk dan
setelah kering dibakar dengan pembakaran sederhana. Penemuan keramik
merangsang kreativitas manusia untuk menciptakan berbagai macam benda
keramik yang di buat dari bahan tersebut. Pada perkembangan selanjutnya
berbagai faktor turut menentukan kemajuan keramik diberbagai daerah.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kemajuan keramik, mulai dari
faktor keperluan hidup, persedian bahan baku sampai kemajuan teknik
pembakaran. Dari faktor-faktor tersebut, faktor kebutuhan atau keperluan
hidup yang merupakan pengaruh yang dominan, sebagai contoh: negeri
China.
Jaman Penjajahan Belanda
Teknologi pembuatan keramik dapat dikatakan mulai berkembang dengan
didirikannya Laboratorium Keramik atau “Het Keramische Laboratorium”
pada tahun 1922 di Bandung. Fungsi utama laboratorium ini sebagai pusat
penelitian bahan bangunan seperti bata, genteng, saluran air dan
sebagainya yang terbuat dari tanah liat. Selain itu mengembangkan juga
teknologi glasir untuk barang gerabah halus yang disebut dengan
‘aardewerk’. Bahan glasir didatangkan dari Belanda.
Dengan masuknya tentara Jepang , pabrik keramik di Bandung telah diubah namanya menjadi “Toki Shinkenjo”.
Laboratorium ini berfungsi sebagai balai penelitian yang meneliti dan
mengembangkan serta memproduksi barang-barang keramik dengan suhu bakar
tinggi. Produknya antara lain: bata tahan api, botol sake, dan
sebagainya. Barang-barang tersebut dibuat untuk keperluan bala tentara
Jepang di Indonesia.
Sejak pemerintahan dipegang pemerintah republik Indonesia, maka “Toki Shinkenjo”
berubah nama menjadi Balai Penyelidikan Keramik (BPK), dalam
operasionalnya dilengkapi dengan alat-alat pengujian dan alat-alat
produksi yang lebih modern. Fungsi dan tugas BPK semakin berkembang,
tidak hanya berporduksi barang-barang keramik, gelas, isolator listrik
tetapi juga aktif melakukan kegiatan penelitian barang-barang mentah
keramik hasil temuan bahan keramik di beberapa tempat.
Dengan diketemukannya bahan-bahan mentah yang melimpah seperti
kaolin, felspard, kwarsa dan sebagainya. maka sejak tahaun 1960-an
bermunculan pabrik-pabrik keramik dibebebrapa kota. Produknya pun
bermacam-macam seperti produk gerabah, stoneware dan porselin, jenis
produksinya antara lain peralatan makan dan minum, benda hias, barang
tahan api, bata tahan api, alat-alat teknik, gips, email, dan keramik
bahan bangunan.